Senin, 04 Maret 2013

hikmah tersenyum

Salah satu Sahabat Nabi SAW, Jarir ibn Abdullah al Bajali berkata: “Rasulullah SAW, tidak melihatku, kecuali beliau akan tersenyum”.
Senyuman itu ada beberapa macam dan tingkatan, diantaranya adalah wajah selalu cerah. Yaitu, wajah anda selalu bersinar dan bahagia.
Jika anda seorang guru, dan memasuki kelas menghadapi murid-murid, temuilah mereka dengan wajah ceria.
Ketika memasuki pesawat, dan berjalan di antara tempat duduk, lalu orang lain memperhatikan anda, jadilah orang yang ceria.

Ketika memasuki warung, atau pom bensin saat anda mengulurkan tangan untuk membayar, tersenyumlah.
Kalau anda sedang berada di sebuah majelis, lalu seseorang memsuki ruagan dan dia mengucapkan salam dengan keras, dan melepaskan pandangannya kepada seluruh hadirin, tersenyumlah anda.
Secara umum, senyuman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam meredakan kemarahan, keragu-raguan serta kebingungan. Pengaruh ini tidak dimiliki oleh sifat-sifat yang lainnya.
Pahlawan adalah orang yang mampu mengalahkan perasan nya dan selalu tersenyum dalam keadaan paling sulit sekalipun.
Pada suatu hari, Anas ibn Malik r.a. berjalan bersama Nabi SAW, ketika itu Nabi SAW, mengenakan Pakaian dari Najran yang sangat kaku. Mereka disusul oleh seorang Arab Badui. Orang ini berlari di belakang Nabi SAW karena dia ingin mengejar Beliau. Hingga ketika dia sudah berada dekat dengan Nabi, dia menarik selendang Nabi dengan satu hentakan kuat sampai-sampai seendang itu mencekik leher Nabi SAW.
Anas Berkata, “Manakala aku melihat Pundak Rasulullah SAW, guratan selendang itu membekas di sana disebabkan kuatnya tarikan Arab Badui itu”.
Apakah yang diinginkan oleh arab Badui itu?
Apakah karena rumahnya terbakar, dia lalu datang untuk memita bantuan? Ataukah mereka sedang dikepung oleh orang-orang musyrik sehingga datang dalam keadaan takut dan meminta bantuan?
Dengarkan apa yang diinginkan Arab BAdui itu
Dia berkata, “Wahai Muhammad”. Perhatikanlah, Arab Badui ini tidak memanggil beliau dengan panggilan: ya Rasulullah. “berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu!”.
Rasulullah SAW, lalu menoleh kepadanya dan tersenyum lalu memberinya uang.
Benar beliau adalah seorang pahlawan yang tidak akan goyah hanya oleh perlkuan seperti itu. Beliau tidak akan menghukum atau marah karena hal sepele itu.
Beliau adalah orang yang lapang dada, kuat, bisa menahan perasaan, dan selalu senyum dalam keadaan yang paling sulit sekalipun. Beliau selalu memikirkan akibat sebelum melakukan sesuatu.
Toh, apa gunanya beliau berteriak ata mengusir pria tersebut? Apakah akan  membuat memar dileher beliau sembuh? Ataukah akan membuat Arab Badui itu menjadi lebih beradap? Tidak.
Kalau begitu cara yang beliu tak tepat dijadikan contoh dalam kesabaran serta keramahan.
Memang benar, dalam beberapa persoalan kita terkadang marah dan emosi. Padahal, solusi yang sebenarnya betul-betul bertolak belakang dengan sikap kita. Yaitu, kita mesti menyelesaikannya menggunakan perasaan, kelembutan, senyuman, prasangka baik, menahan amarah, dan berusaha meraih simpati orang lain.
Tepat sekali apa yang telah beliau SAW sabdakan. “kekuatan itu bukanlah dengan bergulat, namun, orang kuat adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah”.
Nabi SAW, adalah seorang yang mulia. Beliau bisa menarik perhatian orang lain dengan senyuman serta keceriaan beliau.
Para sahabat pergi menuju Perang Khaibar. Di tengah-tengah pertempuran, sebuah kantong kulit berisi lemak jatuh dari salah satu benteng orang-orang Yahudi.
Kantong tersebut diambil oleh Abdullah ibn Mughaffal r.a. Dengan senang hati. Dia lalu membawanya kekemah tempatnya berkumpul dengan beberapa orang rekannya.
Tindakannya itu rupanya diketahui oleh petugas yang mengumpulkan serta menertibkan harta rampasan perang. Petugas inipun langsung merebut kantong tersebut sambil berkata, “berikanlah kepadaku untuk dibagikan kepada kaum muslimin”.
Abdullah tetap bersikukuh, memegangnya dan menolak, “tidak” demi Allah, aku tidak akan menyerahknnya. Akulah yang mendapatkan, “berikan kepadaku”.
Keduanyapun saling tarik-menarik berebut kantong lemak itu. Pada saat itu, Rasululah lewat dan melihat kedua orang itu sedang tarik menarik sebuag kantong.
Beliau tersenyum dan berakata kepada petugas yang mengumpulkan harta rampasan perang, “iarkanlah dia dengan kantongnya”. Akhirnya petugas itu melepaskannya. Abdullah langsung pergi menuju kemah dan teman-temannya lalu mereka memakan lemak itu bersama-sama. (di kutip dari buku enjoy your life)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar